TANA TORAJA, Vressnews – Lembaga Adat Toraja memprotes pernyataan Bupati Tana Toraja terkait pernyataan yang menyebutkan bahwa proses pembongkaran Tongkonan harus dilakukan secara Adat.

Pernyataan tersebut dikatakan saat Upacara HUT RI ke 80 di Tana Toraja, pada Minggu (17/8/2025).
dr. Zadrak Tombeg selaku Bupati Tana Toraja mengatakan bahwa “Jika jalan Damai tidak tercapai dan eksekusi tetap dilakukan, maka pembongkaran Tongkonan harus dilakukan secara Adat.”
Pernyataan tersebut membuat Lembaga Adat Toraja merasa keberkatan, menurut mereka bahwa tidak ada sangka’ di Toraja soal Pembongkaran Tongkonan secara Adat.
“Saya keberatan dan protes soal pernyataan Bupati Tana Toraja dan Ingat Tidak ada Sangka’ (Kebiasaan Ritual Aturan yang benar) di Toraja ini yang memperolehkan Pembongkaran Tongkonan secara Adat,”
Menurut Benyamin, bahwa Adat itu berkaitan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat etnik Toraja. Jangan membuat pernyataan baru yang tidak sesuai dengan Salunna Patiran Sangka’na.

Pernyataan Bupati Tana Toraja dr. Zadrak Tombeg yang termuat disalah satu media, pada Minggu (17/8/2025). Dok. Istimewa
“Adat itu adalah dasar dari etika-etika dan norma, Adat itu mulia jangan dicocoklogikakan,” tegas Benyamin Ranteallo, Ketua Lembaga Adat Toraja (LAT).
Benyamin menambahkan bahwa Adat itu berkaitan dengan spiritual, Adat tidak pernah bar-bar jangan memfitnah Adat Istiadat orang Toraja.
“Kenapa Adat itu dibawah kedalam pembongkaran, itu namanya memfitnah Adat istiadat orang Toraja, memfitnah norma Adat,” ucap Benyamin.
Diketahui bahwa Gugat menggugat lokasi Tongkonan Tanete dan Tongkonan Ka’pun ini dimulai sejak tahun 1988 hingga 2024.
Sebelumnya Informasi mengenai akan dieksekusinya Tongkonan Ka’pun di Kelurahan Rante Kurra, Kecamatan Kurra, menyita perhatian dan atensi yang dari masyarakat Toraja, baik yang ada di Toraja maupun di perantauan.
Penyebabnya, Tongkonan Ka’pun yang sudah berusia ratusan tahun tersebut dinilai tak pantas untuk dieksekusi, terlepas dari persoalan hukum dari kedua pihak (penggugat dan tergugat). Tongkonan dianggap sebagai simbol identitas etnis Toraja.
Lembaga Adat Toraja pun turun tangan. Mereka berkumpul di Tongkonan Ka’pun pada Selasa, 12 Agustus 2025 dan mengggelar ritual Ma’sossoran Rengnge’. Ritual ini dihadiri ratusan warga dan rumpun keluarga. Dalam ritual ini dilakukan adat Ma’tallu Rara dengan mengorbankan 3 jenis hewan, yakni Ayam (manuk Sella’), Babi (bai), dan Kerbau/tedong (kerbau yang masih muda).
Ketua Lembaga Adat Toraja, Benyamin Ranteallo menegaskan bahwa ritual ini sebagai tanda bahwa Tongkonan adalah pusaka yang harus dilindungi sebagai identitas Suku Toraja dan negara.
“Ritual Ma’sossoran Rengnge’ adalah tanda permohonan kepada Yang Maha Kuasa, leluhur, para dewa, dan alam untuk menjaga Tongkonan sebagai pusaka Suku Toraja,” tegas Benyamin.
“Tongkonan ini indentitas kita Negara Indonesia yang diakui dunia internasional melalui UNESCO,” tandas Benyamin lebih lanjut.
Menurutnya, Tongkonan adalah bagian dari tanah ulayat dan adat yang berkaitan dengan spritual, budaya, ekonomi, serta alam.
“Rumah adat Toraja itu dalam hal ini Tongkonan tempat melakukan ritual Rambu Tuka dan Rambu Solo’ sebagai tanda penghormatan kepada leluhur orang Toraja. Yang dijaga oleh leluhur tidak boleh dinodai, apalagi dieksekusi,” tegasnya.
Benyamin menambahkan bahwa siapapun yang datang untuk mengotori dan menodai apalagi melakukan eksekusi di Tongkonan dalam hal ini Tongkonan Ka’pun akan terkena karma dan kutuk.
“Siapa yang mau masuk di wilayah Tongkonan Ka’pun datang dengan niat tidak baik ingin menodai atau merusak itu akan terkena karma dan kutuk, siapapun itu,” jelasnya.
Selain melakukan ritual Ma’sossoran Rengnge’, Lembaga Adat Toraja juga menggelar Ma’nimbong dan melantunkan himne-himne adat.